Selasa, 07 Juni 2011

Batik Tulis Giriloyo

Generasi yang Mulai Terkikis

 Nuryanti (47) dengan telaten menyelesaikan pekerjaan membatik jenis batik tulis, di halaman depan rumahnya, Giriloyo, Yogyakarta, Jumat (20/5/2011).


Dengan lincah jarum cantingnya terus saja bergerak menorehkan garis demi garis yang tidak berapa lama kemudian membentuk sebuah motif tertentu. Tanpa pola atau sejenis sketsa. Kain mori polos itu secara perlahan mulai dipenuhi motif batik.

Adalah Nuryanti (47) seorang perajin batik tulis asal Giriloyo, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Dia mengaku sudah mulai membatik sejak duduk di kelas tiga bangku sekolah dasar. Keahlian perempuan yang biasa menghasilkan antara 10-15 lembar kain batik setiap dua minggunya tersebut dipelajarinya dari sejumlah tetangga. Tidak heran memang, karena Giriloyo sendiri  dikenal sebagai desa perajin batik tulis. 


Hanya canting, ketel kecil, kompor gerabah berbahan bakar kayu atau anglo dan sebuah alat yang terbuat dari bambu yang digunakan untuk mengurai kain, peralatan yang digunakan Nuryanti membatik yang biasa dilakukan sejak pagi hingga sore hari. Setiap dua minggu sekali, Nuryanti akan pergi ke Kota Yogyakarta untuk menyetorkan hasil pekerjaannya kepada produsen besar untuk kemudian diproses lebih lanjut. Selain membawa pulang upah hasil keringat kerjanya, dia juga membawa serta pulang bahan baku mentah seperti kain Mori dan malam. 

Tidak tampak keraguan sedikit pun pada ujung jarum canting Nuryanti  begitu mulai menyentuh Mori. Sejak kami bertemu, pekerjaannya seolah sama sekali tidak terganggu. Nuryanti menyayangkan dari keempat anaknya tidak satu pun yang mewarisi keahliannya. Hanya Feria (13) anak ketiganya yang sesekali membantunya, tetapi itu pun tidak dijalani secara sungguh-sungguh. 

Teks & Foto: Bari Paramarta Islam